Arema Mendapatkan Semua Hukuman Sesudah Suporter Ricuh Dan Beraksi

Posted by Ganas003 on 20.56 in , ,

Soal rusuh dalam pertandingan sepak bola memang tidak hanya terjadi di Indonesia. Di negara lain pun masih tetap terjadi kericuhan, di Brazil misalnya. Namun, hal ini tidak sanggup dijadikan alasan untuk Indonesia tidak berbenah dalam hal kedisplinan dan ketertiban supporter. Seperti bencana baru-baru ini yang terjadi di Stadion Kanjuruhan Malang, dikala Arema menjamu Persib Bandung.


Kalau masih beralasan “di luar saja juga masih rusuh kok, nggak di Indonesia saja”, itu sama saja ada degradasi secara kognitif pada fatwa kita. Apalagi kasus ini juga diangkat oleh media luar macam @foxsportasia, yang sebelumnya kerap mengangkat isu positif terkait suporter Indonesia, yakni dikala Jakmania menciptakan koreografi, stadion paling berisik (dalam hal positif) di Asia Tenggara, hingga perjalanannya dikala melakoni sabung tandang di Malaysia.


Balik lagi soal kerusuhan yang terjadi di Malang, Jawa Timur. Dikaitkan atas perangkat pertandingan yang kurang kompeten, yakni soal kepemimpinan wasit yang tidak adil. Sehingga memicu suporter Arema untuk merangsek ke lapangan dan kerusuhan pun pecah. Arema pun istiqomah dengan mendapatkan setiap hukuman yang diberikan. Tim berjuluk Singo Edan pun diharuskan membayar sanksi, hingga total Rp 300 juta.


Sang Pemain Keduabelas Membuat Arema Dilibas Denda Rp 250 Juta


Soal rusuh dalam pertandingan sepak bola memang tidak hanya terjadi di Indonesia Arema Menerima Semua Sanksi Setelah Suporter Ricuh dan Beraksi


Seyogyanya suporter terus menawarkan pertolongan dan didaulat menjadi pemain keduabelas. Meskipun tak turun eksklusif ke lapangan dengan menawarkan bantuan permainan namun sorak-sorai serta motivasi diyakini sanggup menyuntik semangat para pemain. Tetapi, yang dilakukan suporter Arema sangat jauh dari bayangan pemain keduabelas. Mereka merangsek ke dalam lapangan dengan merusak perangkat pertandingan dan menciptakan kerusuhan. Sontak, Arema pun mesti dilayangkan surat hukuman dengan nomor  022/L1/SK/KD-PSSI/IV/2018 berisi keterangan wacana tingkah laris jelek suporter yang berakibat pada denda Rp 250 juta.


Penutupan Tribune Lantaran Panpel Kurang Sigap Menyikapi Perilaku Suporter yang Tidak Santun


Soal rusuh dalam pertandingan sepak bola memang tidak hanya terjadi di Indonesia Arema Menerima Semua Sanksi Setelah Suporter Ricuh dan Beraksi


Akibat dari rusuhnya sabung yang mempertemukan Arema Malang dan Persib Bandung yakni penutupan tribune timur stadion. Penutupan ini pun berlaku untuk sabung melawan Persipura Jayapura pada 27 April 2018 dan PSM Makassar pada 13 Mei 2018. Adapun penutupan ini karena ada surat hukuman bernomor 023/L1/SK/KD-PSSI/IV/2018 yang dikirimkan oleh Komdis PSSI. Berisi seputar tingkah laris jelek dan tidak sigapnya panitia pelaksana pertandingan atau panpel.


Sebagaimana diketahui pada menit-menit tamat di sabung tersebut panpel tidak sanggup menawarkan rasa nyaman pada perangkat pertandingan yakni wasit, sekaligus terjadi pelemparan botol dan sepatu yang berakibat pada terlukanya kepala instruktur Persib Bandung. Berkobarnya flare dan turunnya suporter ke lapangan merupakan dua hal yang juga tercatat sebagai kelalaian panpel.


Ratusan Suporter pun Tak Luput Menjadi Korban Kerusuhan


Soal rusuh dalam pertandingan sepak bola memang tidak hanya terjadi di Indonesia Arema Menerima Semua Sanksi Setelah Suporter Ricuh dan Beraksi


Tidak kondusifnya situasi memang didasari rasa kecewa suporter atas apa yang terjadi di lapangan. Memantik emosi dari suporter untuk meluapkan amarahnya hingga berbuah kerusuhan yang terjadi hingga ke dalam lapangan. Kejadian yang dilakukan oleh suporter tersebut balasannya berimbas kepada suporter itu sendiri Bung, tercatat 214 suporter yang menjadi korban dari buah kerusuhan tersebut. Bahkan, diberitakan kerusuhan terjadi hingga ke luar stadion. Dari ke-214 suporter, terdapat 8 suporter yang mendapatkan perawat intensif, bahkan ada 1 suporter berusia muda yang meninggal pasca pertandingan.


Selain Merugi, Arema Juga Berduka Lantaran Ada Suporter yang Dipanggil Sang Ilahi


Soal rusuh dalam pertandingan sepak bola memang tidak hanya terjadi di Indonesia Arema Menerima Semua Sanksi Setelah Suporter Ricuh dan Beraksi


Pasca kerusuhan ternyata urusan bukan mereda tetapi malah membuka luka. Seorang Aremania berjulukan Dimas Duha Romli harus mengakhiri hidupnya di usia 16 tahun. Setelah pulang dari Stadion Kanjuruhan, Dimas mengalami nanah di leher dan di tangan, yang kemudian dilakukan pemijatan karena tidak mau dibawa ke rumah sakit. Akan tetapi kondisinya tidak membaik, sehingga Dimas dibawa menuju ke rumah sakit RSSA Malang, sayang nyawanya pun tak sanggup tertolong lagi.


Menurut penuturan rekannya yang pada dikala itu berangkat ke Stadion Kanjuruhan bersamanya, Dhimas dikala itu memanjat sebuah pagar sebab ingin keluar stadion melalui pintu gerbang pojok. Naas dikala sedang memanjat pagar, Dhimas terkena gas air mata sehingga matanya mengalami perih dan mual. Sehingga beliau pun oleng dan terinjak-injak oleh Aremania lain yang juga ingin keluar menyelamatkan diri. Setelah terinjak-injak, Dhimas masih sadar, pasca bencana barulah ia mengeluh mual dan sesak nafas.


Haruskah Kekecewaan Suporter Berbuah Kerusuhan?


Soal rusuh dalam pertandingan sepak bola memang tidak hanya terjadi di Indonesia Arema Menerima Semua Sanksi Setelah Suporter Ricuh dan Beraksi


Kekecewaan yang bergulir di hati para suporter berakumulasi menjadi sebuah kerusuhan. Suporter pun tentu telah tahu, buah kerusuhan ini sudah niscaya bakal berimbas jelek kepada tim kesayangannya. Sebab telah banyak tim Eropa atau Amerika yang terkena hukuman jawaban ulah para suporternya yang kemudian berimbas kepada klub, hal ini nampaknya diadopsi eksklusif oleh Komdis untuk meminimalisir agresi kerusuhan yang diakibatkan oleh suporter.


Masih terkait hal itu, ada hal unik yang dilakukan di negeri Samba untuk meminimalisir kerusuhan, dimana sekumpulan ibu-ibu ditunjuk sebagai keamanan pertandingan guna mencegah perkelahian antar penonton. “Seguranca Mae”, frasa bahasa Portugis yang berarti “Ibu-ibu Petugas Keamanan”. Hal ini dilakukan klub Sport Club de Recife dengan melatih sekitar 30 ibu-ibu untuk menjaga pertandingan dikala melakoni pertandingan dengan rival sekota Nautico. Laga pun berakhir dengan skor 1-0 untuk de Recife tanpa ada satu orang suporter yang berulah. Apakah hal menyerupai ini harus dilakukan di Indonesia?


“Jika ditinjau dari aspek psikologis, itu sesungguhnya yakni psikologi massa, dimana runtutannya yakni kekecewaan yang terakumulasi ketika dipicu sesuatu,” ungkap Dekan Fakultas Psikologi Universitas Muhammadiyah Malang (UMM), M. Salis Yuniardi. Lebih lanjut lagi, Salis menyampaikan agresi represif pun selayaknya pengaruh boomerang yang berbalik kepada suporter. Jika semua yang terjadi yakni sikap psikologi massa. Maka dikala chaos yang terjadi upaya penyelematan diri sendiri yang dilakukan oleh suporter Arema. Lantas apakah sebuah kekecewaan yang dialami suporter harus berbuah kerusuhan? Lantas hingga kapan hal ini bakal mengakar?